BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, Agustus 28

Bilur


ruang itu sempit. tempat kunanti juita malam, 

Sisihkan larik buat adinda. 
Merah Delima, hari malam jelas tiada tertera.
Rembulan berbilur sinar, abadi adanya.
Pantulnya rabun rauh mulia.

Tembus terus sinarnya
Bak kenur tembus tujuh pelita
Aduh, kekasihku teluk masih belum terlihat
Burung pungguk bernyanyi, dendang, asa berliat

“Adinda, 
Aku ladang permata 
Di tikungan Dusun hati adinda
O, cerca kau lontar. Dikoyak ara.”

 Kuasamu, adinda, beratus tulah
Terbaring lelap aku rasa
Adinda…
Mentari mengumbar tengkuk gunung hangat senantiasa.
Hari tinggal seberkas tulah

Ruang itu sempit. Tempat kunanti juita malam,

Minggu, Agustus 23

Langit T'lah biru

Mari kawan
Lenganku telah putus.
Simbahan darah, lekaslah kita pulang.

Sabtu, Agustus 22

By Myself [english translation]

please, just pass by pretending like you don't see me
please, don't even give me a glance
in the days that are like the sandy winds
don't give anything to me

folding away my one heart
hiding my one tear
like it's the first time we've seen each other, like we're strangers
just pass by. it has to be like that.

by myself, i say my love, send away my love
in the folds of the lonely accumulated memories, the tears hang

even if you're far away, i hope that you'll be happy
i bury my love deeply within my heart

in the next world, when we are born
then, we'll look at each other face to face
let's be born so that we don't lose weakly in front of fate again

so that i may be a flower in front of you
i'll sing a song for you
as one's girl, as one man's lover
i want to always live by your side

by myself, i say my love, send away my love
in the folds of the lonely accumulated memories, the tears hang

even if you're far away, i hope that you'll be happy
my love, deeply within my heart...

though it hurts, though it will hurt, i will never cry
because there is no such thing as farewell in my love

when this life ends, in the next world, us two
let's love, for sure. let's love, for sure.
us two.


Sabtu, Agustus 15

Harus Bagaimana...

Harus Bagaimana?
Kehidupan selanjutnya…
Dia tetap Cinta pertama
Meski aku sebatang pohon nantinya…
Tak kan berubah dirinya

Kala aku tertidur..
Dalam pelukan musim dingin kelak aku berjanji
Cinta Kasih tak kan pudar dalam tiap tepi rantingku
Dia yang berlalu di mata, tak kan berlalu dalam benak

Kalau-kalau ia panggil daku
Harus bagaimana?

Kalau-kalau ada rindu hatinya
Harus bagaimana?

Tak kuasa. Tak pernah kuasa.
Lelahnya, dihinggapi rasa rindunya
Harus bagaimana?

Cinta pertama… selamanya kan?
Tak kan pudar. Tak kan meski telah 
Kau cuci dengan guratan dosamu.
Cinta pertama… 
Tak pernah pudar…

Aku terlanjur…
Namun tak ada sesalku berkulai.
Sbab lurus kaku jalanku mencintainya.
Tak bercabang terlebih tikungan.

Dia saja. tak ada inginku yang lain.
Dia saja.
Cinta pertama
Kalau-kalau aku tertidur…
Tak tentu terjaga kembali…
Hilangkah senyumnya?
Harus bagaimana?

Ia yang di sana... kalau-kalau namaku disebutnya..





Harus bagaimana?

Sabtu, Agustus 8

Masa aku?? Yang Benar Saja...


Kumulai denganmu…
Bagai perekat…
Palu itu kau beri
Saat kulit tak lagi kau terka…
Biar lidahku yang menuai liurmu…
                     Lihat… liurmu hampir menetes
                      Mari… biar keagungan lirih, 
                       Nafsu perianganmu menyambar tak henti
                       Lekas-lekas kujala. Hingga nanti kita bersua di ranjang
                     Tapi jangan sekalipun lirik hati punyaku. Tak baik adanya perlakuan itu
Biar kusingsingkan aroma itu. ku buat sirna apa yang kau pakai
  Biarkan sekali aku melolong… kau diam saja, terima…
 Toh aku tak pernah kaberatan… kenapa juga kau?
  Lekas kau riakan jeratan rambut kecil
Aku pun tak pernah meminta, pedulikah kau anjing pada melolong?
Biar semua mati… aku tak pernah perduli… kenapa juga kau?

                                                  Mari… tarianku belumlah usai. 
                                      Harap saja kau tak hilang birahi. 
                           Jangan peduli laut gusar. Ombaknya serupa tarian kita.
                  Tak henti tak lelah.

Memang raga di sini. Namun entah fikiran hilangnya…
jangan ditunggu,[nanti malah tak sungkan datang]
Janji saja kali ini… bila ada buah terkulai… jangan segan kau petik .
Berilah nama Arjuna. Bagai apa yang Mertuamu punya mimpi  
Biar ia berkalana seperti aku. Tak sendiri.
Minta lah Nafsunya memeluknya. 
Kau tahu fikirannya. Teluk-teluk laknat dan mantra yang ia telan…
     Ya… Arjuna saja namanya..


Lihat! Daun kini...


Hiraukan lebah bersenandung... 

Seruan wewangi matahari...

Kamu yang nikmati - Toh, hanyalah duduk menuai senja aku ini...

Kau yang menari... Rumput tlah enggan menunggu titik- titik kakimu...

"Lihat.. daun sudah merah warnanya.

Bau hujan tiada lagi ragu merebak."

jatuh... jatuh lagi... lagi... tak henti... 

kau tertawa. aku menangis. meringis. sakit... 

atau aku yang tertawa... kau menangis... meringis. perih.. ngeri...

Sabtu, Agustus 1

Lagi-lagi... Takdir... Aku senantiasa bersujud...

aku dan dia.

tak sedikit similaritas. mungkin tak beda asa. dia pemimpi, akupun tak pernah lupa bermimpi. dia menulis. yang saat ini tengah kugenapi.

ibuku jelas berbeda dengannya. Kami melihat bumi dari rahim yang berbeda. Darah kami tak pernah bersatu. Pernah mungkin ia singgah. entah dimana. Jelaslah kutarik kesimpulan, bahwa kami bukan kembar.

Namun kami sehati.

tunggu...

Sehati...

lagi-lagi...

sejenak kulihat gambar wajahnya yang ia ukir sendiri.

tak kusangka. 

Tiada jauh denganku. 

Apa ini lukisan sebuah takdir?

api yang berkibar... aku hanya ingin sebuah jawaban.

Benarkah dirinya...? 

apa pantas aku ini...

musim hujan nanti...

kau kutunggu... 

hingga akhirnya...

Tak kusangka

Tak kusangka.

lagi-lagi ini terjadi. 

telah kuucapkan lagi.

namun terlalu besar letihku.

dia, kembali kuingat. 

terus dan terus saja.

tanpa dosa dan doa.

aku lagi yang menuainya.