BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, Juni 5

Rin, Pianis di Pentas, lalu Aku

denting2 biduan gelas yang beradu. hangat lilin putih di hadap hidungmu. bahkan tak samapai pula aku menggapai tiang harga dirinya. Pandangnya lurus kaku. ke atas kening pianis yang sembari memahat pentas. bola mata -punyaku yang bundar dan hitam- tiada hentinya bercermin pada kilap gincu bibir yang pernah kubelikan sebagai hadiah ulang tahun mu -yang entah lupa aku kau umur berapa-

"lihat aku"

"sudah kian kali kulihat"

"kurang menarikkah aku di dalam deru alur mu?"

"(terdiam dalam sepi mencekam)"

"Boleh kulihat senyum mu? gincu bibir itu pemberian ku bukan"

"sudahkah kau menitih kejenuhanku?"

keringat di tepi kuku sang pianis. mungkin buta sudah senuari Rin. ditusuk 12 kali oleh jemarinya. bisu rupanya aku dibuatnya. Hingga ia tiada sadar bahwa aku berada di depan sudut dadanya.

"aku Pulangkah yang kau inginkan?"

"itu menjadi pilihan mu. aku ingin tetap memandangnya"

"mengapa tidak ada aku tertoreh di sana? di sana!" 

kutunjuk buah dadanya. melambangkan hati yang terpendam dalam. bahkan jauh di dalam angannya ia selimuti.

"penat sudah aku dengan tawa palsumu"

"Tawa palsu, bukanlah itu. tak beda bukan dengan yang di atas pentas?"

jujur, acap kali aku terhangus cemburu dengan sang pianis. tak lain ia adalah bekas pacar Rin...mahirnya ia, mengitari sudut hati Rin

lihat, lampu sorot sudah mulai redup. doaku hampir saja terkabul. derai applause pula yang memenuhi ruang kini.

"Boleh kau antar aku pulang"

"tiada aku punya alasan lagi tuk bilang tidak"

"bagus. sebab berahiku memuncak sekarang. jangan segan bersamaku"

"Astaga Tuhan!!" makin ku cinta, makin enggan aku mengerti lagi isi benaknya. mungkin kering sudah isinya. tak hujan-hujan meski kutunggu

0 comments: