BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Minggu, Juni 28

Rindumu, Sang Bulan ep 2

Fajar amat murni dan rapuh singgahsana gulung-gulung awan sebelum diamuk sinar mentari. Keduanya saling bertepi, matahari dan bulan. Bertatap dalam kesunyian ombak. namun tiada sempat ada petikan kata, terik tlah ada. menepis harum lembayung senja. 

"Wahai gulung2 awan, biar kau yang jadi saksi. saksi keabadian cinta. Hati tak hangus terbakar meski penat tubuhku. Adalah mustahil bagiku bersua kembali." isak tangis matahari, dalam aduannya pada gulungan awan.

gema, desah awan berkata "Tiadakah kau tahu akan gerhana..."

meski tak tampak, palungan matahari tiada berperi melucuti keagungan Gerhana...

"bahkan itu tak kunanti selama 400 tahun" riang gembira naungan mentari. siang itu... besar rindunya pada rembulan. bulat tekad nya bercumbu dengan dewa malam...

"Bila kau tahu, aku pun tiada kau kenal pasti... rasanya jadi sang dewi... berjubah api, memikul lentera. Menorehkan canda tawa. Kau hanya awan bergulung demi keagunganku."

liku-liku awan bercerita. hingga malam tiba 100 tahun tlah usai. Dewa malam, halus parasnya, namun tegar bahasa senubarinya. dalam lingkar sinarnya bertampik. lekatnya Rembulan bercurah hati pada sang ombak.

"Kau tahu dewi lentera... tiadakah ada rindu di hatinya? ku selalu tunggu derai asmaranya. berkabung dalam kesunyian tiap siang. Dewi Lentera, dia yang kuinginkan. aku terlalu sunyi. diam tanpa seberkas cahaya."

"Tanyalah pada awan saat senja. mereka mengerti perasaan sang mentari. bahkan saat menjadi bola emas di penghujung senja." derai ombak tlah berkata...

"Tiada mungkin bagiku. Andai bintanglah saksinya... awan tak kan kulihat tiap malam. terlebih Mentari. Takdirku belum berpihak." 

"Oh bulan, tiada kah kau tahu tentang gerhana... saat takdirmu berpihak. di sanalah kau bercumbu dengan sinarnya." Jawab deruan yang menyongsong, menggapai cakrawala. letih ia berlari. kesana-kemari. bibir pantai selalu menjadi dermaga baginya.

0 comments: